KETIK, PASAMAN BARAT – Buah matoa (Pometia pinnata) adalah buah khas Indonesia yang berasal dari Papua. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Sapindaceae, sama seperti rambutan dan leci.
Matoa dikenal karena rasanya yang manis dan unik, perpaduan antara kelengkeng, rambutan, dan durian. Pohon matoa dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 20–40 meter, menjadikannya salah satu pohon tropis yang menjulang tinggi.
Buah matoa berbentuk lonjong hingga oval, dengan kulit keras berwarna hijau tua saat masih mentah dan berubah menjadi cokelat kemerahan saat matang.
Daging buahnya berwarna putih bening, bertekstur kenyal, dan berair. Satu biji besar berada di tengah buah, mirip dengan kelengkeng atau rambutan.
Matoa memiliki rasa yang manis dengan aroma khas. Banyak orang menyebut rasanya adalah gabungan kelengkeng, rambutan, dan durian. Aroma buah ini cukup harum, terutama ketika sudah matang sempurna.
Matoa tidak hanya lezat, tetapi juga kaya manfaat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari mengonsumsi buah ini adalah sebagai sumber antioksidan, membantu menjaga kesehatan kulit, memberikan energi instan, dan memiliki sifat antibakteri.
Buah ini mengandung vitamin C dan E, yang berperan sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Ilustrasi buah matoa. (Foto :Wawan/ketik.co.id
Selain itu, kandungan glukosanya memberikan energi cepat, sementara vitamin E mendukung kesehatan kulit. Penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak buah matoa memiliki potensi melawan infeksi ringan.
Buah matoa biasanya dimakan langsung setelah dikupas. Namun, karena rasanya yang manis, matoa juga sering diolah menjadi manisan, jus, atau campuran dalam es buah.
Matoa tumbuh baik di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi. Pohon ini dapat tumbuh di tanah subur dengan ketinggian hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Matoa sering ditemukan di hutan-hutan Papua, tetapi kini mulai dibudidayakan di berbagai wilayah di Indonesia.
Budidaya pohon matoa relatif mudah karena memiliki daya tahan yang baik terhadap hama. Namun, pohon ini membutuhkan waktu cukup lama untuk mulai berbuah, sekitar 4–5 tahun setelah ditanam. Selain itu, pohon matoa membutuhkan ruang tumbuh yang luas untuk berkembang dengan baik.
Buah matoa memiliki prospek cerah sebagai komoditas lokal maupun ekspor. Dengan meningkatnya minat pada produk-produk lokal, matoa memiliki peluang besar untuk dikembangkan lebih lanjut, baik sebagai buah segar maupun produk olahan.
Buah matoa adalah salah satu kekayaan alam Indonesia yang patut dibanggakan. Selain menawarkan rasa yang unik, buah ini juga kaya manfaat kesehatan. Dengan budidaya yang tepat, matoa memiliki potensi besar untuk mendukung perekonomian lokal dan memperkenalkan cita rasa khas Papua ke dunia internasional. Apakah Anda sudah pernah mencoba buah matoa? (*)