Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Pariwisata

18 Februari 2025 23:05 18 Feb 2025 23:05

Thumbnail Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Pariwisata Watermark Ketik
Oleh: Vivin Alwan*

Manusia dan alam merupakan sebuah kesatuan. Manusia selalu membutuhkan alam untuk hidup. Karena alam akan memberikan penghidupan bagi manusia.

Proses ini tidak akan berjalan baik jika manusia tidak merawatnya dengan baik, terlebih ketika alam dieksploitasi oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Setiap saat problematika lingkungan selalu terjadi, penyebabnya tidak terlepas dari aktivitas tangan manusia. Karena itu ekofeminisme dapat membuka mata perempuan dalam menyelamatkan lingkungannya tanpa adanya batasan.

Ekofeminisme dan peran perempuan dalam pariwisata sangat erat kaitanya. Karena ekofeminisme memandang perempuan dan lingkungan sebagai korban dominasi laki-laki. Selain itu ekofeminisme juga mendorong pemberdayaan perempuan dalam mencapai pariwisata berkelanjutan.

Dampak positif ekofeminisme membantu perkembangan pariwisata serta alam, membantu menciptakan pariwisata berkelanjutan, dan membantu menghasilkan pengalaman pariwisata yang otentik, lebih jauh membantu menciptakan kerangka kerja inklusif serta kerja-kerja masif dalam menjaga lingkungan. 

Merawat serta menjaga alam adalah tanggung jawab semua manusia termasuk perempuan di seluruh dunia yang berperan sebagai pelaku lingkungan dan pariwisata. 

Ekofeminsme merupakan sebuah prinsip feminis yang mengusung kesetaraan bagi perempuan agar turut serta berproses dalam menyelamatkan lingkungan.  

Dunia pariwisata Indonesia telah memperlihatkan perkembangan dengan pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya angkatan kerja baik untuk laki-laki maupun perempuan. 

Banyaknya keikutsertaan perempuan dalam bekerja di sektor pariwisata, dunia pariwisata sangatlah berjalan dengan pesat. Pekerja perempuan yang terjun di dunia industri jasa pariwisata ada masih lajang maupun sudah menikah.

Peran ganda bagi perempuan yang telah menikah dan bekerja di dunia pariwisata mempunyai problematika tersendiri, dimana mereka bekerja juga harus merawat keluarga.

Dasarnya jelas bahwa tidak ada perbedaan dalam dunia kerja perempuan atau laki-laki khususnya dalam pengembangan pariwisata.

Baca pembukaan konstitusi selaku hukum dasar tertulis (UUD 1945), menyebut membebaskan bangsa dari penjajahan, membangun Indonesia yang merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur juga melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. 

Berbagai pasal tentang HAM, seperti eksplisit ter-rumus dalam pasal 27 menunjuk kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan, serta haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Substansi konstitusi menyiratkan kesamaan hak dan kewajiban bagi perempuan serupa dengan pria. Warga negara patut saling menerima, hormat menghormati dan membela hak baik pria maupun wanita.

Dalam mengkaji perempuan bekerja tentu terkait dengan persoalan penyetaraan gender. Istilah gender diartikan sebagai pola hubungan atau relasi laki-laki dan perempuan yang didasarkan kepada ciri-ciri sosial masing-masing. 

Di dalamnya tercakup pembagian kerja, pola relasi kuasa perilaku serta persepsi yang membedakan laki-laki dengan perempuan. Sebagai pranata sosial gender bukan sesuatu yang baku dan tidak berlaku universal, dalam artian berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya dan dari waktu ke waktu lainnya.

Sehingga dalam pengertian tersebut jender sesungguhnya lebih berkaitan dengan sistem sosial masyarakat dan jauh lebih luas dari sekedar isu perempuan saja (Hafidz, 1995).

Sektor pariwisata telah menciptakan kesempatan kerja melalui berbagai jenis usaha yang terkait dengan kepariwisataan. 

Banyak perempuan terlibat dalam sektor kerja dunia pariwisata, meskipun pekerja perempuan sudah banyak terlibat dalam berbagai kegiatan di sektor pariwisata tetapi berbagai permasalahan gender selalu menyertainya dengan membatasi perempuan di ranah publik.

Seperti berbagai bentuk marginalisasi diskriminasi dan subordinasi yang tercermin pada kesenjangan upah atau gaji, terkonsentrasinya pekerja perempuan pada jenis-jenis pekerjaan secara manual yang tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan yang tinggi.

Potensi perempuan sebagai bagian dalam menunjang pembangunan nasional tidak dapat disangkal lagi, terutama sektor pariwisata. Semakin banyak diminati oleh pekerja perempuan, karena dunia kerja pariwisata menuntut adanya suatu sikap keramah-tamahan yang biasanya dimiliki pekerja perempuan secara alamiah. 

“Perempuan telah ikut berpartisipasi dalam pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pascapandemi COVID-19. Sekitar 54 persen pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif adalah kaum perempuan," kata Menparekraf Sandiaga saat menghadiri pembukaan pertemuan W20 di Hotel Niagara Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, Selasa, 19 Juli 2022.

Dari pernyataan Menparekraf di atas penulis kemudian beradigium bahwa perempuan adalah tulang punggung sektor pariwisata serta ekonomi kreatif, perempuan juga merupakan pilar kesejahteraan masyarakat sekaligus penjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

*) Vivin Alwan, S.E merupakan Ketua Umum Wanita Indonesia Pemerhati Pariwisata

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Vivin Alwan Ekofeminisme