Senyum kembali merekah di wajah ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) Kota Blitar. Setelah sempat dilanda keresahan akibat mahalnya biaya sewa stand, Pemkot Blitar akhirnya mengambil langkah cepat dan memutuskan untuk menggratiskan fasilitas stand bagi para PKL lokal dalam gelaran Bazar Jadoel 2025.
Keputusan ini bukan sekadar respons administratif. Ini adalah bentuk nyata dari keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil—“wong cilik”, sebagaimana diungkapkan sendiri oleh para pedagang yang merasa didengar dan dihargai.
Awalnya, sekitar 200 PKL menyuarakan keluhannya atas biaya sewa stand yang dinilai tidak berpihak kepada pelaku usaha kecil. Keluhan tersebut tidak hanya berhenti di media sosial atau ruang-ruang komunitas. Pemerintah, melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Blitar, Hakim Isworo, langsung turun tangan.
“Begitu mendapat laporan, saya langsung turun ke lokasi dan berbicara dengan teman-teman PKL. Ini bukan hanya soal sewa, tapi soal keadilan dan keberpihakan,” ujar Hakim saat ditemui di lokasi Bazar Jadoel, Selasa 17 Juni 2025.
Hakim, yang akrab disapa Mas Hakim, menyebut bahwa semua stand untuk PKL akan ditata ulang, khususnya di sisi utara area pameran. Ia menekankan pentingnya penataan yang partisipatif dan solutif.
“Kami siapkan areal dan stand bersama-sama. Kalau nanti masih ada kekurangan, akan kita carikan jalan keluarnya. Yang penting prinsipnya: berpihak kepada PKL lokal,” tegasnya.
Bazar Jadoel 2025 akan berlangsung mulai Rabu, 18 Juni 2025, selama lima hari. Event ini direncanakan akan dibuka langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, menjadi momen strategis untuk membangkitkan ekonomi lokal pasca-pandemi dan dinamika harga kebutuhan pokok.
Selain menjadi ajang nostalgia belanja, bazar ini adalah ruang inklusi tempat di mana masyarakat kecil diberi ruang untuk tumbuh dan merayakan keberagaman ekonomi rakyat.
Andri, Koordinator PKL Kota Blitar, menjadi salah satu suara yang paling vokal dan kini bersyukur akan langkah Pemkot.
“Alhamdulillah, kita diberi stand tanpa dipungut biaya. Ini bentuk perhatian pemerintah terhadap kami, rakyat kecil yang ingin ikut memeriahkan acara ini,” ujarnya dengan mata berbinar.
Andri mengakui, sebelumnya para PKL hampir mundur dari keikutsertaan karena terbentur biaya.
“Kami ingin ikut, tapi biaya terlalu berat. Tiba-tiba kabar baik datang. Pemkot mendengarkan, dan stand digratiskan. Wong cilik iso gumuyu,” tambahnya dengan logat khas Blitar.
Ucapan terima kasih juga mengalir kepada Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin yang akrab disapa Mas Ibin. Bagi para PKL, keputusan ini bukan sekadar administratif, tapi simbol kepemimpinan yang merakyat.
“Terima kasih Mas Ibin. Ini bukan cuma soal stand, ini soal kehadiran pemimpin di tengah rakyatnya,” kata seorang pedagang lainnya yang juga turut mendapat stand gratis.
Bagi para PKL, inisiatif ini bukan hanya membuka peluang usaha, tapi juga membangun kembali kepercayaan terhadap pemerintah. Di tengah dinamika ekonomi yang tak menentu, langkah seperti ini adalah nafas segar bagi ekonomi kerakyatan.
Pemkot Blitar tak hanya menyulut kembali semangat para pedagang kecil, tetapi juga memberi pelajaran bahwa suara rakyat, sekecil apa pun, layak didengar. Dengan pendekatan yang solutif dan partisipatif, Pemkot membuktikan bahwa membangun kota bukan hanya soal beton dan gedung tinggi, tetapi tentang keadilan dan ruang hidup yang setara.
“Kalau pemerintah seperti ini, rakyat kecil bisa tertawa lega. Ini benar-benar pesta rakyat,” ujar seorang PKL yang tak bisa menyembunyikan senyumnya. (*)